Skip to main content

Hijrah Kok Diumbar?

Hijrah. Hijrah. Hijrah.


Sebuah kata yang tak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Nonton tipi, liat artis A yang sudah berhijrah. Dengan tutur kata apik dan mengulur pakaian menutup aurat, ia mulai membatasi bermain peran nya dan memilih jalur usaha --menjadi influencer. Politisi, memilih menekuni kitab suci dan enggan mengomentari politik lagi. Fashion hijab dengan beragam tampilan modis berjalan di catwalk. Keluarga muda anti pacaran taaruf langsung menikah, menikmati hidup ke luar negeri bersama pasangan halal. Rasa-rasanya, hampir semua profesi dewasa ini, kata hijrah dihadirkan dalam ruang publik.

Sebagai permulaan, saya bukan seorang yang paham betul tentang agama dan merasa tidak punya kapasitas dalam disiplin ilmu tertentu dan maksud untuk mengkritisi. Anggaplah saja, tulisan ini hanya semata curahan isi hati alias julid saya terhadap ketidakmengertian ini. Harap antum maafkan ana, segalanya kembali pada Rahmat Illahi. Aamiin.

Kurang paham siapa awal mula pegiat kegiatan hijrah ini. Rasa-rasanya yang saya tahu, hijrah itu sebuah perpindahannya Kanjeng Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (ﷺ) dari Kota Mekah menuju Madinah. Wis, iku tok. Tapi saat ini, kata-kata hijrah menjadi seperti sepetan orang kalau melihat temannya sudah mengulur hijabnya menutup dada, pakai celana diatas mata kaki dan Miki Hat yang digadang-gadang sebagai pecinya anak hijrah nowadays lulusan Socmed University.

Gaes, kalo gitu kenapa nggak bilang aja tobat? Kenapa jadi sebutannya hijrah?

Peci Miki Hat

Oh, saya berasumsi. Mungkin julukan hijrah digunakan untuk menggambarkan perjalanan, sesuai arti dalam Bahasa. Hijrah, bertujuan mengajak kaum muslim khususnya anak muda (karena saya hanya mengambil sampel teman-teman di sekitar saya) untuk "berpindah" menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara mematuhi kewajiban sesuai syariat agama. Kalau pakai kata tobat, persepsi yang muncul adalah dari sebuah dosa menuju pengakuan dan penyesalan atas dosa itu. Sehingga terkesan kurang keren. Inilah yang jadi alasan banyak orang untuk berhijrah --bukan untuk mendalami fashion atau tren masa kini saja. Eh, benar kan?

Hijrah ini makin hari makin terlihat ceruknya. Adanya kajian yang tak beda dengan pengajian zaman old, membahas tentang isi kitab maupun fenomena sehari-hari. Uniknya, kajian di trend hijrah kali ini lebih unik, karena diinisiasi oleh anak-anak kota besar. Kenapa kota besar? Karena anak-anak di kota besar lah yang memiliki privilege mengakses internet guna mencari informasi kajian maupun sharing ilmu lewat Youtube.

Yoi. Kajian Youtube.

Kampanye hijrah paling marak di media sosial, baik Youtube (biasanya mengunggah cuplikan ustadz muda saat ceramah off air), Instagram (penggalan untaian mutiara si Ustadz yang cocok dengan kehidupan remaja), dan Facebook (untuk ulasan panjang dan insight terkait kajian tersebut). Twitter mah kaga ada. Mungkin kurang asyik dan populis aja kalau pakai Twitter.

Lanjut lagi. Selain dari kajian-kajian, hijrah juga hadir dalam hobi-hobi. Teman saya yang hobi menulis, tergabung dalam komunitas penulis muslimah. Tulisannya pun tak jauh-jauh dari syiar agama tentang hijrah. Ada pula yang suka gowes, gabung dengan komunitas Hijrah Biker. Motor gede? Panahan? Berkuda? Hingga komunitas berkerudung (??????) yang membawa warna fesyen dan julukan baru: Hijabers.

Silakan kaka~ Hijab hijabersnya~~

Yang di komunitas ngapain aja selain ngelakuin hobi? Ya sharing ilmu kajian dong! Nanti bisa bareng-bareng gowes ke tempat kajian, atau membuat majelis taklim bersama dan mengundang ustadz/ustadzah dengan dress code pakaian yang Instagramable, Catchy namun tetap santun dan syar'i seperti saat ketemu calon mertua



Tapi-tapi, ada yang memang unik dari inisiator kajian-kajian ala milenial ini. Kalau banyak yang sadar, pengajian remaja dan anak muda kemasannya 'unik' dan memang perlu dikemas agak khusus. Perlu ada gimmick supaya bisa diterima oleh millenials yang katanya bebal. Desain dan kegiatannya pun perlu dibuat cair sehingga anak muda ngeliatnya, "wah ini gue banget!".

Eits, jangan dikira saya hanya nyinyir aja. Been there, done that. Saya pernah bergabung di komunitas nganu-nganuan. Lingkungan pertemanan pun banyak yang demikian. 

Mungkin kalau bisa ditarik lagi agak jauh, ini semua akibat dari reformasi. Sebuah akibat yang positif tentu saja: Bebas Berpendapat. Bebas mengutarakan ekspresinya, seperti apapun. Apalagi saat ini siapa sih yang tidak punya media sosial untuk berekspresi? Semua pasti punya. Ya silakan saja jika ingin mengabarkan apapun lewat akunmu itu. 

Asumsi saya, fenomena gerakan hijrah ini semakin marak karena ada peran industri juga disini. 

Lah kok jadi industri? Apa kaitannya dengan keimanan seseorang?

Hehehe, bagi teman-teman yang mungkin belum sadar, perihal hijrah ini sangat marak. Beragam atribut hijrah bermunculan. Namanya juga orang Indonesia, pintar cari peluang. Pas ada ustadz A pakai peci atau kupluk tertentu, langsung besoknya ada yang buka pre-order peci look-alike ustadz tersebut. Baju koko. Mukena. Pasmina. Gincu, bedak, kontes hijab. Bahkan kitab suci sekalipun. Semua untuk kepentingan komersial. Yuk pakai produk A B C, biar mirip sama artis hijrah X Y Z. Yoi gak. Itu adalah bukti loyalitas seseorang terkait apa yang dia sukai. Sudah pasti jadi sebuah kebanggaan jika bisa menyerupai mereka yang disebut influencer hijrah tersebut. Ceruk pasar hijrah ini akan terus ada, dan belum bisa diprediksi kapan menurunnya.

Hijrah ini benar-benar jadi hype di kalangan muda perkotaan. Teman saya, yang tentu saja sudah hijrah, rutin ikut kajian di masjid yang jaraknya bagaikan Cicaheum - Jatinangor seminggu tiga kali. Mengejar ibadah di masjid A B dan C demi mendengar kajian tentang kisah cinta dan pencarian jati diri (yes, ini bahan yang paliiiing sering disebut oleh Ustadz kekinian saat kajian), membeli atribut yang mirip dengan ustadz idolanya, seperti: peci model dan warna tertentu, baju koko, celana joger di atas mata kaki dan tentu saja sandal gunung legendaris agar mudah untuk berwudhu. 

Berkejaran dengan waktu, ia berpindah dari satu masjid ke masjid lain, belajar kitab, belajar tentang arti hidup bahwa di dunia ini tentu saja butuh work-life balance seperti kerja dan kajian. Sebelum kajian biasanya ia upload dulu itu poster acara dan lokasi kegiatan kajiannya, lalu post IG Story bahwa kajiannya sangat penuh (masya Allah, tabarakallah), dan pulangnya mengunggah resume dari hasil kajiannya atau unggah post bertemu dengan teman lama yang ternyata ikut kajian juga. Seakan ingin terlihat bahwa mereka sudah berubah, mereka menunjukkan eksistensi dengan unggah proses perubahannya.

Hampir semua teman saya yang bertaubat dan mulai rutin menjalankan perintah Tuhan berujar demikian. Alih-alih mengajak teman ke jalan yang benar, namun saya rasa banyak dari mereka yang terang-terangan menunjukkan langkah hijrah mereka. Tujuannya mengajak, namun konteks perkataan yang terlalu nyelekit dan ber-ego tinggi, menggambarkan seolah kami yang belum hijrah itu penuh dosyahhh~. 

Saya pribadi nggak ada masalah kok jika teman berhijrah. Nggak lagi mau berteman dengan saya karena saya penuh nudarat atau sekadar salaman karena menjaga wudhu, ya tak apa-apa. Tapi sebagaimana hijrah adalah sebuah perjalanan, sebaiknya nggak perlu terlalu diperlihatkan, karena yang harusnya tahu dan menikmati sebuah perjalanan itu kan diri kita sendiri, 

maka,
     nikmatilah~

simpan perjalanan untuk diri kita sendiri, atau dokumentasikan lah untuk diri sendiri. Toh yang perlu tahu segala perubahan menjadi baik adalah Tuhan, Gusti Allah Subhanahu wa Ta'Ala. Kita tidak perlu klaim atau notifikasi dari orang lain bahwa kita sudah berubah kan?

Untuk urusan kembali sama Tuhan, bukankah itu urusan dapur yang semestinya orang lain nggak perlu ikut campur dalam perubahannya, plussss sebenarnya nggak perlu juga ceritain urusan dapur macam gimana aja sih perubahan yang sudah lo lakukan, kebaikan apa yang sudah lo lakukan, karena apa? Orang gak akan mau tau dan orang ga akan peduli. Mereka akan mengomentari hal yang memang mereka ingin komentari berdasarkan persepsi mereka. Biar orang lain yang melihat kita sudah jauh lebih baik atau belum, begitu kan baiknya.

Ada yang berkata,
"Kenapa harus malu untuk update tentang perjalanan hidup (yang baru) ini, kalau dulu saja nggak pernah malu untuk unggah segala kemaksiatan? Perjalanan sejauh apapun ke majelis, pahalaya akan dihitung"

Lalu saya balas,
"Kau hitung pahalamu ke masjid terjauh untuk kajian, semoga lo nggak lupa untuk memuliakan Rumah Tuhan terdekat di samping rumahmu yang sampai sekarang jarang kau datangi".




Adios,
Gaby!

Comments

  1. Ibarat orang yang lagi suka banget sama buku, dia pasti bakal ceritain buku itu ke semua orang. Sama kayak hijrah yang dimaksud, dan kenapa dibilang "hijrah kok diumbar?".. Mungkin gitu kali ya... Hehehe. Cuma masalah terbiasa atau nggak aja kita ngelihatnya. Gimana senengnya, saya paham rasanya orang-orang yang sering " mengumbar" apa yang lagi dia senangi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju mas, sama kayak kita habis nonton film atau punya buku baru, pasti kita akan bahas-bahas terus tentang ceritanya, tapi lama-lama kan akan hilang. Ya semoga untuk hijrah ini benar2 total berubah dari yang baik menjadi lebih baik lagi, bukan hanya sekadar ucapan di media atau penglihatan tapi juga hubungan habluminallah nya benar-benar dilakukan :)

      Delete
  2. You can also choose the color the ball will land on, guess combos of numbers, or (bet?) whether or not the ball will land on an odd or even quantity. Roulette is fascinating in that it functions to fit how you, the participant, need it to, and may be guess on in {a quantity of|numerous|a variety of} other ways. In reality, there are such a lot of} ways to guess, we have included a list 바카라 사이트 of guess varieties right here. 5) Of all the casino desk video games, Roulette is the one one the place a mathematical system cannot be attempted or structured to be able to} win.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Persiapan Pernikahan dan Hiruk-Pikuk Mendapat Restu KUA saat Pandemi

Saat memutuskan untuk menikah, ada banyak pertimbangan dari sisi persiapan diri, maupun persiapan surat-menyurat untuk mendapatkan legalitas di mata agama dan negara (azeeek). Lho, kok tau-tau kepingin nikah, Gab? Nanti aja ya jawabnya, di post selanjutnya, Insya Allah. Sekarang lagi niat buat ngurusin surat di KUA hahahaa. Berikut sedikit cerita tentang persiapan pernikahan ku yang urus semua persuratan sendiri. Alhamdulillah, ada waktu luang juga dari kantor untuk izin setengah hari supaya bisa fokus urus syarat-syarat nikahnya ini. Kalo enggak, ga kebayang sih harus cari calo atau minta tolong keluarga urusin, yang pastinya bakal repot juga :( Kalau ditanya proses sih, agak panjang ya birokrasinya, cuma nggak terlalu ribet kalo kita memang sudah menyiapkan segala kondisinya dari awal. Sebenarnya, syarat umum pernikahan setiap daerah di Indonesia sama aja kok, karena semuanya masih di bawah naungan pemerintah dan Kementerian Agama Republik Indonesia. Hanya saja, setiap da...

Tentang Internet dan Hotel di Penang

Langkah pertama yang saya dan Mama lakukan selepas imigrasi dan ambil bagasi ialah:  BELI KUOTA :))))  Di Penang ini nggak kayak di Singapura yang memang sudah banyak tempat terkoneksi internet, di Bandara Penang saja koneksi internetnya semblep. Di Penang sendiri juga sudah mulai minim public space yang difasilitasi wifi gratis, sebab sinyalnya jelek dan sepertinya maintenancenya kurang bagus. Ada beritanya di sini .  Karena kami mau ke hotel naik Grab, jadi harus hidupkan internet dulu.  Pas lagi rempong-rempongnya imigrasi, eh dapet telfon dari Jakarta. Si Loli, anakku yang paling usil dan nakal katanya seharian diem aja di bawah kolong kompor rumah nenek. Ternyata.... badannya ketempelan lem tikus :((((((( Untung ga ada tikusnya. Di lap dan dikasi minyak pun ndak hilang-hilang lem nya sama keluarga di Jakarta. Nyari salon pas weekend pada penuh semua :( Untungnya nemu satu salon yang overprice karena harus ekstra mandiinnya dan beberapa bag...

Senang-Senang di Penang!

Mari kita coba sensasi Chinese New Year di Pulau Penang! Beberapa waktu lalu tepatnya Februari 2019, saya sempat bepergian ke Penang, Malaysia.  (dibaca oleh Orang Melayu: Pulau Pineng. E-nya dibaca seperti E di kata 'Kaleng') Perjalanan ke Penang ini sebenarnya mendadak. Bisa dikatakan pesan minggu ini berangkatnya minggu depan wkwk nggak mendadak sih, mulanya saya mau berangkat sendiri tapi tiba-tiba ibunda meminta untuk ikut :") katanya kalau senang-senang harus dibagi sama orang tua hahaha. Tapi sebelum memesan tiket saya bilang ke si mamah kalau saya akan naik pesawat low cost carrier without baggage, jadi memang sudah mewanti-wanti mamah untuk ndak bawa koper yang besar, selain malas tambah bagasi lagipula buat apa juga koper besar, memangnya mau jastip?! :") Sebenarnya sudah mau pesan tiket ke Penang itu sejak Desember 2018 untuk penerbangan Februari 2019 pas libur Imlek, waktu itu ada promo dari Citilink Jakarta - Penang hanya Rp300.00...